Kamis, 16 November 2023

Modul : Merancang Strategi Pengendalian Risiko K3 Di Tempat Kerja


A.  Pengetahuan yang diperlukan dalam merencanakan pengendalian risiko K3 di tempat kerja

1. Hasil identifikasi faktor bahaya dianalisis pada setiap lokasi di tempat kerja.
Tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya.
Bahaya adalah semua sumber situasi maupun aktivitas yang berpotensi menimbulkan cedera atau kecelakaan kerja dan atau penyakit akibat kerja (PAK). Bahaya jugaa dapat diartikan sebagai suatu kegiatan, situasi maupun zat yang dapat menyebabkan kerugian, baik fisik maupun mental terhadap seseorang. Bahaya terbagi menjadi dua yaitu bahaya keselamatan dan bahaya kesehatan.
Bahaya keselamatan ialah suatu potensi bahaya yang dapat menimbulkan risiko langsung yang dapat mengakibatkan keselamatan dan menyebabkan kecelakaan langsung sehingga menimbulkan cedera seperti luka bakar, luka sayat, patah tulang, cedera punggung atau bahkan kematian.
Bahaya kesehatan merupakan potensi bahaya yang menimbulkan dampak jangka panjang pada kesehatan atau bahkan menyebabkan sakit akibat kerja misalnya saja kehilangan pendengaran karena suara yang berisik, terjadinya masalah pernapasan yang disebabkan oleh paparan zat kimia atau bahkan cedera sendi.

Terdapat lima jenis bahaya yang dapat menyebabkan sakit akibat kerja :
Bahaya kimia : gas, uap, cairan atau debu yang bisa membahayakan tubuh pekerja seperti produk pembersih, asam baterai atau pestisida.
Bahaya biologis: organisme hidup yang dapat menyebabkan penyakit misalnya influenza, hepatitis atau tuberkulosis. Contoh: bakteri, virus atau serangga.
Bahaya Fisika meliputi: sumber energi yang cukup kuat untuk membahayakan tubuh. Contoh: panas, cahaya, getaran, kebisingan, tekanan atau radiasi.
Bahaya ergonomis meliputi: cara kerja, posisi kerja, perlengkapan, peralatan berdesain buruk, atau gerakan monoton berulang. Contoh: lampu dim/berkedip, gerakan berulang, tempat duduk yang tidak pas.
Bahaya Psikososial / Psikologi; Hubungan antar personal, peran dan tanggung jawab terhadap pekerjaan. Contoh; Beban kerja yang berlebih secara kualitatif dan kuantitatif, ketidakjelasan peran, konflik peran, pengembangan karir.

Secara umum terdapat 5 (lima) faktor bahaya K3 di tempat kerja yaitu:
a.  Faktor bahaya biologis
        Faktor bahaya biologi adalah bahaya yang berasal dari makhluk hidup seperti : Jamur, virus, bakteri, tanaman, binatang

b.  Faktor bahaya kimia
        Faktor bahaya kimia adalah segala bahan kimia yang bisa mengakibatkan bahaya pada tubuh pekerja atau lingkungan serta mengakibatkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Bahan/ material/cairan/gas/debu/uap berbahaya.
       Bahan Berbahaya dan Beracun atau sering disingkat dengan B3 adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi dan/atau jumlahnya baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup contoh bahan dengan sifat reaktif/ radioaktif/mudah meledak/mudah terbakar/menyala/iritan/korosif dll.

c.  Faktor bahaya fisik/mekanik
        Faktor bahaya fisika/mekanik adalah segala bentuk bahaya yang disebabkan dari sifat fisika suatu benda, alat atau tempat kerja. Contoh bahaya fisika seperti ketinggian, konstruksi, mesin kendaraan, confined space, tekanan, kebisingan, suhu, cahaya, getaran, listrik dan juga radiasi.

d.  Faktor bahaya ergonomic/biometric
       Faktor bahaya ergonomi atau biomekanik adalah bahaya yang diakibatkan akibat posisi bekerja yang tidak benar. Contoh bahaya ergonomic/biometric adalah gerakan berulang, postur/posisi kerja, pengangkutan manual dan desain tempat kerja/alat/mesin.

e.  Faktor bahaya social-psikologis
        Faktor bahaya ini memang tidak terlihat begitu jelas layaknya yang lain akan tetapi sangat berbahaya apabila dibiarkan begitu saja. Faktor Bahaya psikologis sosiologis adalah bahaya yang timbul akibat terganggunya psikologis seseorang yang diakibatkan oleh banyak hal seperti stres, kekerasan, pelecehan , pengucilan, intimidasi dan emosi negatif.


2. Faktor bahaya dinilai sesuai metode penilaian risiko K3 yang ditentukan
Risiko didefinisikan sebagai “kombinasi dari kemungkinan terjadinya peristiwa yang berhubungan dengan cidera parah; atau sakit akibat kerja atau terpaparnya seseorang/alat pada suatu bahaya”. ISO 45001 (klausul 3.21).
Identifikasi risiko adalah proses menetapkan apa, dimana, kapan, mengapa, dan bagaimana sesuatu dapat terjadi, sehingga dapat berdampak negatif terhadap pencapaian tujuan.
Penilaian Risiko adalah proses penilaian suatu risiko dengan membandingkan tingkat/kriteria risiko yang telah ditetapkan untuk menentukan prioritas pengendalian bahaya yang sudah diidentifikasi.

       Sesuai ISO 45001, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan pengurus dan pekerja dalam melakukan identifikasi bahaya dan penilaian risiko di tempat kerja, di antaranya:
-  Aktivitas rutin dan non-rutin di tempat kerja
-  Aktivitas semua pihak yang memasuki tempat kerja termasuk kontraktor, pemasok, pengunjung, dan tamu
-  Perilaku manusia, kemampuan, dan faktor manusia lainnya
-  Bahaya dari luar lingkungan tempat kerja

Ada 5 langkah yang bisa dilakukan dalam penilaian resiko:
-  Identifikasi bahaya
-  Identifikasi siapa yang dapat terkena bahaya
-  Identifikasi pengendalian saat ini dan tetapkan apakah diperlukan tambahan?
-  Rekam hasil/temuan penilaian resiko
-  Lakukan tinjauan

Metode untuk melakukan Identifikasi Bahaya dan Penilaian Resiko adalah :
a.  Tentukan pekerjaan yang akan diperiksa potensi bahayanya.
-  Pekerjaan yang memerlukan JSA&RA adalah pekerjaan yang potensi bahaya yang berdampak pada kecelakaan kerja
-  Merupakan pekerjaan baru dengan potensi bahaya untuk terjadi kecelakaan kerja
-  Pekerjaan lama dengan alat-alat baru sehingga menimbulkan perubahan pada langkah kerja.

b.  Pecahkan pekerjaan menjadi langkah-langkah kerja
-  Menetapkan langkah-langkah kerja sederhana yang akan dilaksanakan.
-  Batasi secara umum langkah-langkah kerja tersebut, misal : maksimal 10 langkah kerja

c.  Tentukan tahap kerja kritis Tahap kerja kritis adalah tahap kerja dimana pada tahap tersebut dinilai memiliki potensi bahaya yang berdampak pada keselamatan dan kesehatan kerja.

d.  Kenali sumber bahaya
-  Sumber bahaya mekanik : Putaran mesin, angkat-angkut, roda gigi, rantai, beban, handling,dll.
-  Sumber bahaya fisik&kimia : Listrik, Tekanan, Vibrasi, Suhu, Kebisingan, bahan kimiadll.
-  Pertimbangkan cidera akibat Jatuh, Ledakan, Paparan gas/kimia, asap, regangan otot, dll.
-  Pertimbangkan lingkungan kerja, peralatan, rekan kerja.
-  Pertimbangkan kemungkinan personil yang dapat cidera yaitu pelaksana kerja tersebut atau rekan kerja.

e.  Pengendalian Tentukan tindakan pengendalian bahaya berdasarkan hirarki pengendalian atau biasa disebut urutan langkah pengendalian. antara lain:
-  Eliminasi (pemusnahan)
-  Substitusi (reduksi)
-  Engineering Control (design engineering atau tindakan teknik)
-  Pengendalian Administratif.
-  Alat Pelindung Diri (APD).

f.  Pencatatan
-  Urutkan langkah kerja
-  Jelaskan langkah kerja
-  Pengendalian
-  Dokumentasikan JSA&RA pada formulir.

g.  Komukasikan sosialisasikan kepada pelaksana pekerjaan

h.  Tinjau ulang lakukan peninjauan ulang JSA apabila terjadi hal-hal berikut :
-  Saat pekerjaan selesai
-  Ada sumber bahaya lain teridentifikasi
-  Ada metode pekerjaan yang berubah
 

B.  Pengetahuan yang diperlukan dalam merancang pengendalian risiko K3 di tempat kerja sesuai hirarki

1.  Hasil penilaian risiko ditetapkan sesuai tingkat risiko K3

-  Tujuan analisis risiko adalah untuk memisahkan risiko kecil yang dapat diterima dari risiko besar, dan menyiapkan data sebagai bantuan dalam prioritas dan penanganan risiko. Ada tiga tipe metode analisis risiko yang dapat digunakan untuk menetapkan status risiko : kualitatif, semi kuantitatif, dan kuantitatif atau kombinasi tergantung pada kondisi.
Penilaian Resiko merupakan hasil kali antara nilai frekuensi dengan nilai keparahan/dampak suatu resiko. Penilaian Risiko bertujuan untuk menetapkan besar kecilnya suatu risiko yang telah diidentifikasi sehingga digunakan untuk menentukan prioritas pengendalian terhadap tingkat risiko kecelakaan atau penyakit akibat kerja.
-  Respon terhadap risiko sesuai dengan tujuan yang ingin dipilih, diantaranya : terima. kurangi kemungkinan, kurangi dampak, berbagi dan hindari.

2. Pengendalian risiko K3 dirancang sesuai skala prioritas dan hirarki pengendalian
       Pengendalian resiko merupakan suatu hirarki (dilakukan berurutan sampai dengan tingkat resiko/bahaya berkurang menuju titik yang aman). Hirarki pengendalian bahaya pada dasarnya berarti prioritas dalam pemilihan dan pelaksanaan pengendalian yang berhubungan dengan bahaya K3. Hirarki pengendalian tersebut antara lain :
Eliminasi (pemusnahan), menghilangkan bahaya dari sumbernya dengan cara mengerjakan pekerjaan dengan cara lain/ cara berbeda.
Substitusi (reduksi), mengupayakan untuk menurunkan risiko tingkat bahaya dari sumbernya atau menggunakan alternatif yang lebih aman.
Engineering control (design engineering atau tindakan teknik), yaitu tindakan kontrol yang biasa dilakukan sebagai tindakan pencegahan secara kolektif melalui rekayasa teknik.
Pengendalian Administratif, yaitu bahaya dikendalikan dengan menerapkan tindakan yang bersifat administratif, seperti misalnya tindakan yang berkaitan dengan pembatasan waktu kerja, jumlah paparan, pemberian pelatihan, rotasi kerja, papan informasi, pemasangan label, prosedur kerja dan instruksi kerja, serta pengawasan.
Alat Pelindung Diri (APD), digunakan dalam Tindakan pengamanan perorangan, yaitu tindakan kontrol yang bertujuan untuk mengurangi potensi terjadinya kerugian kepada karyawan secara pribadi/perorangan.




C  Peninjauan kembali rancangan pengendalian risiko K3 di tempat kerja

1. Rancangan pengendalian risiko K3 dikomunikasikan kepada pihak-pihak terkait

       Guna menjamin keberhasilan Strategi Pengendalian Risiko K3 maka Perusahaan perlu menyusun sistem komunikasi untuk mengevaluasi pelaksanaan Strategi Pengendalian Risiko K3 di Tempat Kerja. Bernard Berelson dan Gary A. Steiner dalam buku Human Behavior: An Inventory of Scientific Finding (1964) menyebutkan bahwa komunikasi merupakan proses transmisi informasi, gagasa, emosi, keterampilan, dan lain-lain melaui penggunaan kata, angka, simbol, gambar, dan lain sebagainya.
        Tujuan berkomunikasi adalah untuk mengubah sikap, pendapat, perilaku, dan sosial. Komunikasi dapat merubah sikap, pendapat, dan perilaku seseorang hingga sosial masyarakat seseorang sesuai dengan informasi yang disampaikan oleh pemberi informasi. Sehingga pada hakikatnya, komunikasi bertujuan menyampaikan suatu informasi yang dapat dimengerti oleh orang lain. Informasi tersebut kemudian diharapkan menghasilkan umpan balik berupa perubahan positif dari si penerima informasi.

Jenis-jenis komunikasi
        Berdasarkan media penyampaiannya, komunikasi dibedakan menjadi :
Komunikasi Verbal, adalah komunikasi yang menggunakan bahasa dalam bentuk lisan untuk bertukar informasi. Contoh komunikasi verbal adalah berbincang tatap muka, berbincang melalui telepon, pengumaman menggunakan pengeras suara, hingga pidato. Misal: Pre-start Briefing, Sosialisasi
Komunikasi Nonverbal, adalah komunikasi yang menggunakan bahasa dalam bentuk bukan lisan. Contoh komunikasi nonverbal adalah komunikasi melalui tulisan seperti surat-menyurat, membaca buku, koran, juga website. Misal: Poster dan Rambu-rambu K3. 

        Berdasarkan ruang lingkupnya, komunikasi dibedakan menjadi :
-  Komunikasi Internal, terbagi menjadi tiga yaitu:
a.  Komunikasi Vertikal adalah komunikasi yang terjadi antar orang dalam posisi yang lebih tinggi dan orang dengan posisi yang lebih rendah dalam suatu organisasi. Misalnya komunikasi antar pemimpin organisasi dan anggotanya.
b.  Komunikasi Horizontal adalah komunikasi yang terjadi antara orang-orang dalam posisi sederajat dalam suatu organisasi. Misalnya komunikasi antar anggota dalam satu departemen.
c.  Komunikasi Diagonal adalah komunikasi yang terjadi antara orang-orang yang berbeda kedudukan namun tidak pada jalur yang sama sehingga tidak memiliki kewenangan untuk saling memengaruhi. Misalnya komunikasi antar anggota satu departemen dengan kepala departemen yang bukan dibidangnya.

Komunikasi Eksternal, adalah komunikasi yang terjadi antara organisasi dengan lingkungan di luarnya. Misalnya komunikasi perusahaan dengan perusahaan lainnya atau dengan masyarakat sekitar.

2.  Dokumen rancangan pengendalian risiko K3 diperbaiki sesuai hasil komunikasi.
       Matriks Risiko adalah sarana untuk menggabungkan peringkat kemungkinan kualitatif atau semi- kuantitatif dan konsekuensi untuk menghasilkan tingkat risiko atau peringkat risiko yang biasanya digunakan untuk: (a) melakukan penyaringan awal terhadap risiko yang teridentifikasi, misalnya untuk menentukan risiko mana yang perlu, (b) analisis lebih lanjut atau lebih rinci dan risiko mana yang perlu dimitigasi terlebih dahulu, (c) memilih risiko mana yang tidak perlu dipertimbangkan lebih lanjut saat ini, (d) menentukan apakah risiko yang diberikan dapat ditoleransi secara luas, dapat diterima jika serendah mungkin secara wajar, atau tidak dapat diterima menurut zona di mana ia berada pada matriks; (e) membantu mengomunikasikan tingkat risiko di seluruh organisasi. Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengevaluasi kekritisan untuk setiap peristiwa/skenario.
       Berikut adalah contoh format rancangan pengendalian risiko K3. Untuk menentukan kategori suatu resiko dapat menggunakan metode matriks resiko seperti pada tabel matriks resiko di bawah :
 

       Likelihood atau kemungkinan adalah kemungkinan terjadinya suatu bahaya. Bahaya itu sendiri dapat didefinisikan sebagai sumber potensial terjadinya accident/kecelakaan. Jika dalam pendefinisian risiko menggunakan sudut pandang likelihood, maka risiko dengan nilai probabilitas mendekati 1 (mengingat nilai probabilitas antara 0 dan 1) dapat dikatakan sebagai risiko dengan kategori tinggi.
       Tingkat keparahan (severity) adalah sebuah penilaian pada tingkat keparahan pada suatu efek atau akibat dari potensi kegagalan pada suatu komponen yang berpengaruh pada suatu hasil kerja/kegiatan yang diperiksa atau dianalisa.


Rabu, 11 Oktober 2023

Makalah Ulumul Quran

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
        Ulum al-Quran adalah ilmu-ilmu yang berhubungan dengan al-Quran artinya ilmu yang membahas hal-hal yang berkaitan dengan kitab al-Quran yang mulia baik dari segi turunnya, makki dan madaninya, nasikh-mansukhnya, muhkam-mutasyabihnya dan lain-lain pembahasan yang berhubungan dengan al-Quran. Al-Quran adalah kalamullah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw. Sebagai risalah yang Universal, dan merupakan sebuah petunjuk bagi semua manusia yang lengkap dan komprehensif. al-Quran memperkenalkan dirinya dengan berbagai ciri dan sifat. Salah satu di antaranya adalah bahwa ia merupakan kitab yang keotentikannya dijamin oleh Allah swt. dan ia adalah kitab yang senantiasa dipelihara oleh Allah swt. sampai hari akhir nanti.
        Didalam pembahasan Ulum al-Quran ini juga dibahas tentang Ilmu Tafsir karena antara Ilmu Tafsir dengan Ulum al-Quran sangat mempunyai relasi yang sangat signifikan, baik dari segi definisi, manfaat maupun urgensinya. Selain itu mempelajari Ulum al-Quran membuat kita menyadari betapa luar biasanya upaya serta perjuangan yang telah dicurahkan oleh para ulama untuk mengabdikan diri pada al-Quran. Adapun diantara manfaat dan kegunaan yang sangat bisa kita rasakan adalah dapat memberikan gambaran secara lengkap dan sempurna tentang al-Quran dari aspek turunnya ayat, tafsir, pengumpulan serta penulisan al-Quran dan sebagainya.

B. Rumusan Masalah
        Adapun rumusan masalah adalah sebagai berikut:
1. Apa Definisi Dari Ulumul al-Quran ?
2. Apa Tujuan Mempelajari Ulumul al-Quran Bagi Keberagaman Modern?
3. Bagaimana Sejarah Perkembangan Ulumul al-Quran dari Masa ke Masa ?
4. Apa Saja Cabang-Cabang dari Ulumul al-Quran ?

C. Tujuan Penulisan
        Adapun tujuan dari penulisan makalah ini antara lain adalah:
1. Untuk mengetahui definisi dari ulumul al-quran.
2. Untuk mengetahui tujuan mempelajari ulumul al-quran bagi keberagaman modern.
3. Untuk mengetahui bagaimana sejarah perkembangan ulumul al-quran dari masa ke masa.
4. Untuk mengetahui cabang-cabang dari ulumul al-quran.




BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Ulumul al-Quran
        Pengertian Ulumul Quran dapat dibagi menjadi dua segi, yakni :
a. Dari Segi Bahasa (Etimologis)
        Ulumul Quran berasal dari bahasa Arab, yang terdiri dari dua kata, yaitu “ulum” dan “al-Quran”. Kata “ulum” adalah bentuk jamak dari kata ”ilm” yang berarti ilmu-ilmu atau pengetahuan. Sementara kata “al-Quran” sendiri adalah kitab suci umat Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. sebagai pedoman hidup manusia. Jadi dapat disimpulkan Ulumul Quran ialah ilmu-ilmu al-Quran, dengan pengertian bahwa ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan dengan al-Quran, baik dari sudut pandang keberadaannya sebagai kitab suci, maupun pemahamannya terhadap petunjuk yang terkandung didalamnya. Ungkapan Ulumul Quran sendiri telah menjadi nama bagi suatu disiplin ilmu dalam kajian Islam.

b. Dari Segi Istilah (Terminologis)
        Istilah Ulumul Quran yang dikemukakan oleh beberapa para ahli/ulama, antara lain adalah sebagai berikut:
1. Imam Al-Zarqoni, menyatakan bahwa :
        “Ulumul Quran adalah ilmu-ilmu yang membicarakan hal-hal yang berhubungan dengan al-Quranul Karim, yaitu dari aspek turun, susunan, pengumpulan, tulisan, bacaan, penjelasan (tafsir), mukjizat, nasikh, mansukhnya, serta menolak terhadap hal-hal yang dapat mendatangkan keraguan terhadapnya (al-Quran).”

2. Imam As-Suyuti, menyatakan bahwa :
        “Ulumul Quran merupakan Ilmu yang membahas seluk-beluk al-Quran. Diantaranya yaitu yang membicarakan aspek turunnya, sanadnya, bacaannya, lafaznya, maknanya yang berhubungan dengan hukum, dan lain sebagainya.”

3. Muhammad Ali Ash-Sobuni, menyatakan bahwa :
        “Ulumul Quran ialah Ilmu-ilmu yang membahas tentang turunnya al-Quran, pengumpulannya, susunannya, pembukuannya, sebab-sebab turunnya, makkiyah dan madaniyahnya, serta mengenai nasikh dan mansukhnya, muhkam dan mutasyabihnya, dan lain-lain sehubungan dengan al-Quran.”

4. Manna Al-Qaththan, menyatakan bahwa :
        “Ulumul Quran adalah ilmu yang mencakup pembahasan-pembahasan yang berhubungan dengan al-Quran, dari segi pengetahuan tentang sebab–sebab turunnya, pengumpulan al-Quran dan urutan-urutannya, pengetahuan mengenai ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyah, serta hal-hal lain yang ada hubungannya dengan al-Quran.”
        Jadi, dari pengertian di atas ada dua hal penting yang dapat ditangkap. Pertama, bahwa bicara mengenai Ulumul Quran banyak aspek yang dilihat, yaitu seluruh aspek yang berhubungan dengan al-Quranul Karim. Kedua, jika diperhatikan dengan teliti dari konsep-konsep di atas, kelihatan bahwa Ulumul Quran dapat diketahui dengan berpegang pada dua hal, yaitu Riwayat dan Rasional.

B. Arti Penting Mempelajari Ulumul Quran bagi Keberagaman Modern
        Dalam kehidupan keberagaman modern, sudahlah tentu kita butuh untuk mempelajari Ulumul Quran dimana memiliki arti penting sebagai pondasi dasar agar tidak terjadi kesalahan dalam memahami dan menafsirkan ayat-ayat al-Quran yang menjadi acuan dan pedoman hidup dalam rangka meraih kesuksesan di dunia dan akhirat.
        Bagi keberagaman modern, Ulumul Quran sangat penting dipelajari dalam rangka sebagai pijakan dasar dalam menafsirkan al-Quran oleh para mufassir. Dapat dikatakan bahwa semakin dikuasainya Ulumul Quran oleh mufassir maka semakin tinggilah kualitas tafsir yang dibuatnya. Dengan melihat Faedah serta Urgensi mempelajari Ulumul Quran dibawah ini, mampu mewakilkan sebagaimana pentingnya mempelajari serta mendalami Ulumul Quran bagi keberagaman modern sekarang ini :
a. Faedah dan Urgensi mempelajari al-Quran
        Adapun Tujuan dari mempelajari Ulumul Quran adalah:
1. Agar dapat memahami kalam Allah Aza Wajalla sejalan dengan keterangan yang dikutip oleh para sahabat dan para tabi’in tentang interprestasi mereka terhadap al-Quran.
2. Agar mengetahui cara dan gaya yang digunakan oleh para mufassir (ahli tafsir) dalam menafsirkan al-Quran dengan disertai penjelasan tentang tokoh-tokoh ahli tafsir yang ternama serta kelebihan-kelebihannya.
3. Agar mengetahui persyaratan-persyaratan dalam menafsirkan al-Quran.
4. Mengetahui ilmu-ilmu lain yang dibutuhkan dalam menafsirkan al-Quran.

        Hubungan Ulumul Quran dengan Tafsir juga dapat dilihat dari beberapa hal, yaitu:
a. Fungsi Ulumul Quran sebagai alat untuk menafsirkan, yaitu:
1. Ulumul Quran akan menentukan bagi seseorang yang membuat syarah atau menafsirkan ayat-ayat al-Quran secara tepat dan dapat dipertanggungjawabkan. Maka bagi mafassir Ulumul Quran secara mutlak merupakan alat yang harus lebih dahulu dikuasai sebelum menafsirkan ayat-ayat al-Quran.
2. Dengan menguasai Ulumul Quran seseorang baru bisa membuka dan menyelami apa yang terkandung dalam al-Quran.
3. Ulumul Quran sebagai kunci pembuka dalam menafsirkan ayat al-Quran sesuai dengan maksud apa yang terkandung di dalamnya dan mempunyai kedudukan sebagai ilmu pokok dalam menafsirkan al-Quran.

b. Fungsi Ulumul Quran sebagai Standar atau Ukuran Tafsir
        Apabila dilihat dari segi ilmu, Ulumul Quran sebagai standar atau ukuran tafsir al-Quran artinya semakin tinggi dan mendalam Ulumul Quran dikuasai oleh seseorang mufassir maka tafsir yang diberikan akan semakin mendekati kebenaran, maka dengan Ulumul Quran akan dapat dibedakan tafsir yang shahih dan tafsir yang tidak shahih.
        Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa adanya Ulumul Quran sangatlah penting untuk dipelajari dan dikaji secara baik untuk mencegah adanya kesalahan dalam menafsirkan al-Quran dimana pada Keberagaman Modern saat ini tidak dipungkiri banyak kesalahan-kesalahan penafsiran yang memang disengaja untuk merubah makna dan ajaran serta perintah dan pedoman-pedoman yang terkandung didalamnya. Untuk itu sangatlah penting mempelajarinya bagi keberagaman modern saat ini.

C. Sejarah Perkembangan Ulumul al-Quran
a. Masa Pra Kodifikasi (Qabl al-Tadwin)
        Pada masa ini sebenarnya sudah timbul benih kemunculan Ulumul Quran yang dirasakan semenjak Nabi masih ada. Hal ini ditandai dengan gairah semangat yang terpancar dari sahabat dalam mempelajari sekaligus mengamalkan al-Quran dengan memahami ayat-ayat yang terkandung di dalamnya. Jika mereka menemukan kesulitan dalam memahami ayat-ayat tertentu, mereka dapat menanyakannya langsung kepada Nabi. Misalnya ketika mereka menanyakan Firman Allah dalam Q.S. al-An’am/6: 82 tentang pengertian “zulm”. Nabi menjawabnya dengan berdasarkan Q.S. Luqman/31: 13 bahwa zulm itu adalah syirik. Dengan demikian, sangat wajar jika ilmu-ilmu al-Quran pada masa Nabi Muhammad saw. belum dibukukan mengingat kondisinya belum membutuhkan disebabkan kemampuan para sahabat yang cukup mapan dalam menghafal memahami al-Quran.
        Perkembangan al-Quran pada masa ini hanya sebatas dari mulut ke mulut, belum ada pembukuan teks al-Quran karena ditakutkan tercampurnya antara Al-Qur'an dengan sesuatu yang lain selain al-Quran. Di samping itu Rasulullah saw. juga merekomendasikan untuk tidak menulis al-Quran.

b. Masa Persiapan Kodifikasi
        Pada masa pemerintahan Usman bin Affan, Islam telah tersebar luas. Orang-orang Arab yang turut serta dalam ekspansi wilayah berasimilasi dengan bangsa-bangsa yang tidak mengenal bahasa Arab. Sehingga dikhawatirkan Arabisitas bangsa itu akan lebur dan al-Quran itu akan menjadi kabur bagi kaum muslimin bila ia tidak dihimpun dalam sebuah mushaf sehingga mengakibatkan kerusakan yang besar di dunia ini akibat salah dari penginterpretasian dalam pemaknaan al-Quran. Maka Usman berinisiatif untuk melakukan penyeragaman tulisan al-Quran dengan menyalin sebuah Mushaf Al-Imam (induk) yang disalin dari naskah-naskah aslinya. Keberhasilan Utsman dalam menyalin Mushaf Al-Imam ini berarti ia telah menjadi peletak pertama bagi tumbuh dan berkembangnya Ulum al-Quran yang kemudian populer pada hari ini dengan istilah Ilmu Rasm al-Quran atau Ilmu Rasm Ustmani.
        Pada masa pemerintahan Ali terjadi banyak penyimpangan dalam membaca bahasa Arab sehingga beliau khawatir akan kekeliruan dalam membaca terlebih memahami al-Quran. Oleh karena itu, Ali memerintahkan Abu Al-Aswad Al-Dualy (w. 691 H) untuk menyusun kaidah-kaidah Bahasa Arab dalam upaya memelihara bahasa al-Quran. Tindakan Ali ini kemudian dianggap sebagai perintis lahirnya Ilm Al-Nahw dan Ilm I’rab al-Quran.
        Setelah berakhirnya masa pemerintahan Khulafaurrasyidin, pemerintahan Islam dilanjutkan oleh penguasa Bani Umayyah. Upaya pengembangan dan pemeliharaan Ulumul Quran dikalangan sahabat dan tabi’in semakin marak, khususnya melalui periwayatan sebagai awal dari usaha pengkodifikasian.

c. Masa Kodifikasi Ulumul Quran
        Pada Abad III H, para ulama mulai menyusun beberapa Ilmu al-Quran, ialah :
1. Ali bin Al-Madini (w. 243 H) menyusun Ilmu Asbabun Al-Nuzul.
2. Abu Ubaid Al-Qasim bin Salman (w. 224 H) menyusun Ilmu Nasikh Wa Al-Mansukh dan Ilmu Qira’at.
3. Muhammad bin Ayyub Al-Dhirris (w. 294 H) menyusun Ilmu Al-Makki Wa Al-Madani.
4. Muhammad bin Khalaf Al-Marzubzn (w. 309 H) menyusun kitab Al-Hawi Fi Ulum al-Quran (27 juz).

        Pada abad IV H, mulai disusun Ilmu Garib al-Quran dan beberapa kitab Ulumul Quran dengan memakai istilah. Di antara ulama yang menyusun Ilmu Garib al-Quran dan kitab-kitab Ulumul Quran pada abad IV ini ialah :
1. Abu Bakar Al-Sijistani (w. 330 H) menyusun Ilmu Garib al-Quran.
2. Abu Bakar Muhammad bin Al-Qasim Al-Anbari (w. 328 H) menyusun kitab Ajaib Ulum al-Quran. Di dalam kitab ini, ia menjelaskan atas tujuh huruf, tentang penulisan Mushaf, jumlah bilangan surat-surat, ayat-ayat dan kata-kata dalam al-Quran.
3. Abul Hasan al-Asy’ari (w. 324 H) menyusun kitab Al-Mukhtazan Fi Ulum al-Quran.
4. Muhammad bin Ali Al-Adwafi (w. 338 H) menyusun kitab Al-Istigna’ Fi Ulum al-Quran (20 jilid).

        Pada abad V H, mulai disusun Ilmu I’rabil Quran dalam satu kitab. Di samping itu, penulisan kitab-kitab dalam Ulumul Quran masih terus dilakukan oleh ulama pada masa ini. Adapun ulama yang berjasa dalam pengembangan Ulumul Quran pada abad V ini, antara lain ialah :
1. Ali bin Ibrahim bin Sa’id Al-Khufi (w. 430 H) Selain mempelopori penyusunan Ilmu I’rab al-Quran, ia juga menyusun kitab Al-Burhan Fi Ulum al-Quran. Kitab ini selain menafsirkan al-Quran seluruhnya, juga menerangkan Ilmu-ilmu al-Quran yang ada hubungannya dengan ayat-ayat al-Quran yang ditafsirkan.
2. Abu 'Amr Al-Dani (w. 444 H) menyusun kitab al-Tafsir Fi Al-Qira‘a Al-Sab’a dan kitab Al-Muhkam Fi Al-Nuqati.

        Pada abad VI H, di samping terdapat ulama yang menerusakan pengembangan Ulumul Quran, juga terdapat ulama yang mulai menyusun Ilmu Mubhamat al-Quran. Mereka itu antara lain, ialah :
1. Abul Qasim bin Abdurrahman Al-Suhaili (w. 581 H) menyusun kitab tentang Mubhamat al-Quran, menjelaskan maksud kata-kata dalam al-Quran yang tidak jelas apa atau siapa yang dimaksudkan. Misalnya kata rajulun (seorang lelaki) atau malikun (seorang raja).
2. Ibnul Jauzi (w. 597 H) menyusun Kitab Funun Al-Afnan Fi Ajaib al-Quran dan kitab Al-Mujtaba Fi Ulum Tata'allaqu Bi al-Quran.

        Pada abad VII H, Ilmu-ilmu al-Quran terus berkembang dengan mulai tersusunnya Ilmu Majaz al-Quran dan tersusun pula Ilmu Qira’at. Di antara ulama Abad VII yang besar perhatiannya terdapat Ilmu al-Quran ialah :
1. Ibnu Abdu Al-Salam yang terkenal dengan nama Al-Izz (w. 660 H) adalah pelopor penulisan Ilmu Majaz al-Quran dalam satu kitab.
2. Alamudin Al-Sakhawi (w. 643 H) menyusun Ilmu Qira’at dalam kitabnya Jamal Al-Qurra' Wa Kamal Al-Iqra'
3. Abu Syamah (w. 655 H) menyusun kitab Al-Mursyid Al-Wajiz Fi Ma Yata' Allaqu Bi al-Quran.

        Pada Abad VIII H, muncullah beberapa ulama yang menyusun ilmu-ilmu baru tentang al-Quran masih tetap berjalan terus. Di antara mereka ialah :
1. Ibnu Abil Isba' menyusun Ilmu Bada’i al-Quran, suatu ilmu yang membahas macam-macam Badi' (keindahan bahasa dan kandungan al-Quran) dalam al-Quran.
2. Ibnu Qayyim (w. 752 H) menyusun Ilmu Aqsam al-Quran, suatu ilmu yang membahas tentang sumpah-sumpah yang terdapat dalam al-Quran.
3. Najmudin Al-Thufi (w. 716 H) menyusun Ilmu Hujaj al-Quran atau Ilmu Jadal al-Quran, suatu ilmu yang membahas tentang bukti-bukti atau dalil-dalil (argumentasi-argumentasi) yang dipakai oleh al-Quran untuk menetapkan sesuatu.
4. Abul Hasan Al-Mawardi menyusun Ilmu Amsal al-Quran, suatu ilmu yang membahas tentang perumpamaan-perumpamaan yang terdapat di dalam al-Quran.

        Pada abad IX dan permulaan abad X H, semakin banyak karangan-karangan yang ditulis oleh para ulama tentang Ilmu-ilmu al-Quran dan pada masa ini perkembangan Ulumul Quran mencapai kesempurnaannya. Di antara ulama yang menyusun Ulumul Quran pada masa ini ialah :
1. Jalaludin Al-Bulqini (w. 824 H) menyusun kitab Mawaqi' Al-Ulum Min Mawaqi' Al-Nujum.
2. Muhammad bin Sulaiman Al-Kafiyaji (w. 879 H) menyusun kitab Al-Taisir Fi Qawa’id Al-Tafsir.
3. Al-Suyuti (w. 911 H) menyusun kitab Al-Tahbir Fi Ulum Al-Tafsir.

        Pada abad XIV H ini, maka bangkit kembali perhatian ulama dalam menyusun kitab-kitab yang membahas al-Quran dari berbagai segi dan macam Ilmu al-Quran. Diantaranya mereka adalah:
1. Thahir Al-Jazairi menyusun kitab Al-Tibyan Fi Ulum al-Quran yang selesai pada tahun 1335 H.
2. Jamaludin Al-Qaim (w. 1332 H) mengarang kitab Mahasin Al-Takwil.
3. Muhammad Abduh Adzim Al-Zarqani menyusun kitab Manahil Al-Irfan Fi Ulum al-Quran (2 jilid).
4. Muhammad Ali Salamah mengarang kitab Manhaj Al-Furqan Fi Ulum Al-Quran.
5. Tantawi Jauhari mengarang kitab Al-Jawahir Fi Tafsir al-Quran dan kitab al-Quran Wa Al-Ulum Al-Asriyah.
6. Muhammad Shadiq Al-Rafi'i menyusun kitab I'jaz al-Quran.
7. Mustafa Al-Maraghi menyusun risalah tentang “Boleh menerjemahkan al-Quran”, dan risalah ini mendapat tanggapan dari para ulama yang pada umumnya menyetujui pendapat Mustafa Al-Maragi, tetapi ada juga yang menolaknya, seperti Mustafa Sabri seorang ulama besar dari Turki yang mengarang kitab dengan judul “Risalah Tarjamah al-Quran”.
8. Sayyid Qutub mengarang kitab Al-Taswir Al-Fanni Fi al-Quran dan kitab Fi Dzilal al-Quran.
9. Sayyid Muhammad Rasyid Ridha mengarang kitab Tafsir Quran Al-Hakim. Kitab ini selain menafsirkan al-Quran secara ilmiah, juga membahas Ulumul Quran.
10. Dr. Muhammad Abdullah Darraz, seorang Guru Besar Universitas Al-Azhar yang diperbantukan di Perancis, mengarang kitab Al-Naba' Al-Adzim dan Nazrah Jadidah Fi al-Quran.
11. Malik bin Nabi mengarang kitab Al-Zahirah al-Quraniyah. Kitab ini membicarakan masalah wahyu dengan pembahasan yang sangat berharga.
12. Dr. Shubi Al-Salih, Guru Besar Islamic Studies dan Fiqh Al-Lugah pada Fakultas Adab Universitas Libanon, mengarang kitab Mabahis Fi Ulum al-Quran. Kitab ini selain membahas Ulumul Quran, juga menanggapi/membantah secara ilmiah pendapat-pendapat orientalis yang dipandang salah mengenai berbagai masalah yang berhubungan dengan al-Quran.

D. Cabang-cabang Ulumul Quran
        Cabang-cabang dari Ulumul Quran adalah sebagai berikut:
1. Ilmu Mawathin Al-Nuzul yaitu : Ilmu yang menerangkan tempat-tempat turunnya ayat, masanya, awal dan akhirnya.
2. Ilmu Tawarikh Al-Nuzul yaitu : Ilmu yang menerangkan dan menjelaskan masa turun ayat dan tertib turunnya, satu demi satu dari awal turun hingga akhirnya, dan tertib turun surat dengan sempurna.
3. Ilmu Asbab Al-Nuzul yaitu : Ilmu yang menerangkan sebab-sebab turunnya ayat.
4. Ilmu Qira’at yaitu : Ilmu yang menerangkan rupa-rupa Qira’at (bacaan al-Quran yang diterima dari Rasulullah saw.).
5. Ilmu Tajwid yaitu : Ilmu yang menerangkan cara membaca al-Quran, tempat mulai dan pemberhentiannya.
6. Ilmu Gharib al-Quran yaitu : Ilmu yang menerangkan makna kata-kata yang ganjil yang tidak terdapat dalam kitab-kitab biasa, atau tidak terdapat dalam percakapan sehari-hari. Ilmu ini menerangkan makna-makna kata yang halus, tinggi, dan pelik.
7. Ilmu I’rabil Quran yaitu : Ilmu yang menerangkan baris al-Quran dan kedudukan lafal dalam Ta’bir (susunan kalimat).
8. Ilmu Wujuh Wa Al-Nazhair yaitu : Ilmu yang menerangkan kata-kata al-Quran yang banyak arti, menerangkan makna yang dimaksud pada satu-satu tempat.
9. Ilmu Ma’rifat Al-Muhkam Wa Al-Mutasyabih yaitu : Ilmu yang menyatakan ayat-ayat yang dipandang Muhkam dan ayat-ayat yang dianggap Mutasyabih.
10. Ilmu Al-Nasikh Wa Al-Mansukh yaitu : Ilmu yang menerangkan ayat-ayat yang dianggap Mansukh oleh sebagian Mufasir.
11. Ilmu Bada’I al-Quran yaitu : Ilmu yang membahas keindahan-keindahan al-Quran. Ilmu ini menerangkan kesusastraan al-Quran, kepelikan, dan ketinggian Balaghahnya.
12. Ilmu I’daz al-Quran yaitu : Ilmu yang menerangkan kekuatan susunan tutur al-Quran, sehingga ia dipandang sebagai mukjizat.
13. Ilmu Tanasub Ayat al-Quran yaitu : Ilmu yang menerangkan persesuaian antara suatu ayat dengan ayat sebelum dan sesudahnya.
14. Ilmu Aqsam al-Quran yaitu : Ilmu yang menerangkan arti dan maksud-maksud sumpah tuhan atau sumpah-sumpah lainnya yang terdapat di al-Quran.
15. Ilmu Amtsal al-Quran yaitu : Ilmu yang menerangkan segala perumpamaan yang ada di dalam al-Quran.
16. Ilmu Jidal al-Quran yaitu : Ilmu untuk mengetahui rupa-rupa debat yang dihadapkan al-Quran kepada kaum Musyrikin dan lainnya.
17. Ilmu Adab Al-Tilawah al-Quran yaitu : Ilmu yang mempelajari segala bentuk aturan yang harus dipakai dan dilaksanakan didalam membaca al-Quran. Segala kesusilaan, kesopanan, dan ketentuan yang harus dijaga ketika membaca al-Quran. Dan ilmu-ilmu lain yang membahas tentang al-Quran.








BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
        Ulumul Quran berasal dari bahasa Arab, yang terdiri dari dua kata, yaitu “ulum” dan “al-Quran”. Kata “ulum” adalah bentuk jamak dari kata ”ilm” yang berarti ilmu-ilmu atau pengetahuan. Sementara kata “al-Quran” sendiri adalah kitab suci umat Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. sebagai pedoman hidup manusia. Jadi dapat disimpulkan Ulumul Quran ialah ilmu-ilmu al-Quran, dengan pengertian bahwa ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan dengan al-Quran, baik dari sudut pandang keberadaannya sebagai kitab suci, maupun pemahamannya terhadap petunjuk yang terkandung didalamnya. Ungkapan Ulumul Quran sendiri telah menjadi nama bagi suatu disiplin ilmu dalam kajian islam.
        Adapun Tujuan dari mempelajari Ulumul Quran adalah :
1. Agar dapat memahami kalam Allah Aza Wajalla sejalan dengan keterangan yang dikutip oleh para sahabat dan para tabi’in tentang interprestasi mereka terhadap al-Quran.
2. Agar mengetahui cara dan gaya yang digunakan oleh para mufassir (ahli tafsir) dalam menafsirkan al-Quran dengan disertai penjelasan tentang tokoh-tokoh ahli tafsir yang ternama serta kelebihan-kelebihannya.
3. Agar mengetahui persyaratan-persyaratan dalam menafsirkan al-Quran.
4. Mengetahui ilmu-ilmu lain yang dibutuhkan dalam menafsirkan al-Quran.
    
        Sejarah Perkembangan Ulumul al-Quran :
1. Masa Pra Kodifikasi (Qabl al-Tadwin)
2. Masa Persiapan Kodifikasi
3. Masa Kodifikasi Ulumul Quran

B. Saran
        Demikianlah tugas makalah ini kami persembahkan. Harapan kami dengan adanya tulisan ini bisa menjadikan kita untuk lebih menyadari bahwa Agama Islam memiliki Khazanah keilmuan yang sangat baik dalam untuk mengembangkan potensi yang ada di alam ini dan merupakan langkah awal untuk membuka cakrawala keilmuan kita, agar kita menjadi seorang muslim yang bijak sekaligus intelektual. Serta dengan harapan dapat bermanfaat dan bisa dipahami oleh para pembaca. Kritik dan saran sangat kami harapkan dari para pembaca, khususnya dari Dosen yang telah membimbing kami. Apabila ada kekurangan dalam penyusunan karya tulis ini, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.









DAFTAR PUSTAKA

Abu Anwar, Ulumul Qur’an, Jakarta: Amzah, 2001.
Abdul Djalal, Ulumul Qur’an, Surabaya: Dunia Ilmu, 2001.
Khalil Manna’, Mabahis Fi ‘Ulumil Qur’an/Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2009, Hlm. 8.
Ramli Abdul Wahid, Ulumul Qur’an, Beirut: Daar Al-Fikr, 2009, Hlm. 27-30.




Minggu, 08 Oktober 2023

Makalah Pasar Uang Dalam Pandangan Islam

BAB I

PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang

    Berbicara tentang Pasar, apalagi Pasar Uang, Pasar Modal dan Reksadana pastinya tidak bisa dilepaskan dari transaksi atau yang lebih umumnya kita kenal dengan jual beli. Pada zaman dahulu, jual beli dilakukan dengan sistem Barter. Barter adalah perdagangan yang dilakukan dengan cara tukar-menukar barang. Setelah Barter orang mulai menggunakan alat pembayaran yang disepakati. Sebelum menggunakan uang, orang menggunakan barang tertentu sebagai alat pembayaran, misalnya kulit kerang, mutiara, batu, permata, tembaga, emas, perak, manik-manik, dan sebagainya.

      Pada zaman modern sekarang ini, uang digunakan sebgai alat pembayaran. Dengan menggunakan uang manusia berusaha memenuhi kebutuhannya dan mayoritas penduduk di dunia  pasti mengetahui uang karena sudah menjadi kebutuhan yang sangat fundamental. Selain mengetahui tentang jual beli memakai uang, tempat untuk bertransaksi atau pasar yang akan banyak kita bahas, pasar di sini bukanlah pasar tradisional yang sudah tentu kita pahami, akan tetapi pasar uang yang harus kita ketahui, karena beriringan dengan perkembangan zaman maka pasar pun semakin berkembang dengan adanya pasar uang dan pasar modal. Karenanya sumber dana adalah komponen penting untuk pembangunan atau kemajuan suatu usaha bagi suatu perusahaan maupun bank atau non bank. Pasalnya perusahaan akan dihadapkan pada bunga yang harus ditanggung dan resiko pailit jika ternyata perusahaannya tidak bisa survive dan terlilit kredit macet. Namun hal itu merupakan transaksi ekonomi konvensional yang bersifat spekulatif dan alangkah baik nya jika semua badan usaha kini beralih ke pasar uang syariah yang berorientasi pada falah.

 

B.       Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah:

1.        Apa Pengertian Pasar Uang ?

2.        Apa Saja Ciri-Ciri Pasar Uang ?

3.        Apa Tujuan Dari Pasar Uang ?

4.        Bagaimana Pandangan Islam Terhadap Pasar Uang Syariah ?

 

C.      Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini antara lain adalah :

1.        Untuk Mengetahui Definisi Pasar Uang.

2.        Untuk Mengetahui Ciri-Ciri Pasar Uang.

3.        Untuk Mengetahui Tujuan Pasar Uang.

4.        Untuk Mengetahui Bagaimana Pandangan Islam Terhadap Pasar Uang Syariah.



BAB II

PEMBAHASAN

A.      Pengertian Pasar Uang

      Pasar uang adalah keseluruhan permintaan dan penawaran dana-dana atau surat-surat berharga yang mempunyai jangka waktu satu tahun atau kurang dari satu tahun dan dapat disalurkan melalui lembaga-lembaga perbankan. Instrumen yang diperdagangkan umumnya memiliki jangka waktu jatuh tempo maksimal 90 hari. Pasar uang ini sering disebut sebagai pasar abstrak, hal ini dikarenakan pasar uang tidak terikat pada suatu tempat tertentu seperti pasar modal. Hal ini memungkinkan para pelakunya untuk dapat melakukan transaksi tanpa bantuan dalam bentuk pasar riil. Dikarenakan pasar uang merupakan pasar abstrak, maka untuk menyimpan instrumen-instrumen pasar uang diperlukan suatu lembaga keuangan yang bersedia menjadi pencipta pasar.

   Transaksi-transaksi dalam pasar uang dapat dilakukan dengan media telephone electronic data link secara langsung. Transaksi tersebut dinamakan Over The Counter Transaction. Dalam pasar uang ini hukum permintaan dan penawaran juga berlaku. Bila permintaan terhadap dana meningkat, maka tingkat suku bunga akan naik. Sebaliknya, jika penawaran dana (dana yang tersedia melimpah) karena banyak pihak yang menaruh dananya di pasar uang, maka suku bunganya  akan turun.

     Pasar Uang menurut Pandji Anoraga dan Piji Pakarti (2001:19) mempunyai ciri: jangka waktu dana yang pendek, tidak terikat pada tempat tertentu, pada umumnya supply dan demand bertemu secara langsung dan tidak perlu guarantor underwriter. Pasar uang dan pasar modal sebetulnya merupakan sarana investasi dan mobilisasi dana. Dalam praktik pasar uang konvensional, yang ditransaksikan adalah hak untuk menggunakan uang dalam jangka waktu tertentu. Jadi pasar tersebut menjadi transaksi pinjam-meminjam dana yang selanjutnya menjadi atau menimbulkan utang-piutang. Adapun barang yang diperjualbelikan berupa secarik kertas berupa surat utang  atau janji untuk membayar sejumlah uang tertentu pada waktu tertentu pula. Tujuan dari pasar uang ini sebagai alternatif bagi lembaga keuangan bank atau non bank untuk memperoleh dana atau menanamkan dananya. Harga dalam pasar uang konvensional biasanya dinyatakan dalam bentuk suatu persentase yang mewakili pendapatan berkaitan dengan penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu. Harga yang diterima oleh pemberi pinjaman tersebut untuk melepaskan hak penggunaan dana itu disebut dengan tingkat bunga (interest rate).

       Dalam pandangan islam, transaksi uang bukan merupakan transaksi yang menjadikan uang sebagai barang dagangan dengan mengandung interest (bunga), tapi merupakan kebutuhan transaksi atas nama investasi atau penanaman modal, artinya pasar uang syariah bukan transaksi dengan sistem pinjam-meminjam berbunga seperti pasar uang konvensional. Pasar uang syariah adalah suatu mekanisme pasar dengan sistem investasi atau kerjasama yang tergantung akad antar pihak yang membutuhkan, yang mana di dalamnya tak akan ditemukan adanya bunga karena statusnya sebagai dana investasi yang mana dalam islam suatu harta atau uang harus selalu berputar, agar pendapatan semakin meninggi dan dalam rangka memperbaiki perekonomian.

 

B.       Ciri-ciri Pasar Uang

Adapun ciri-ciri dari pasar uang antara lain:

1.   Pasar uang adalah lembaga keuangan yang lebih menekankan kegiatannya dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek.

2.    Sama halnya dengan pasar modal, pasar uang juga memiliki ciri sebagai mekanisme pasar yang mempertemukan para pihak yang kelebihan dan dengan pihak-pihak yang kekurangan dana.

3.   Tidak seperti pasar modal yang memiliki bursa efek untuk dapat melakukan transaksi, pasar uang adalah pasar abstrak dimana pasar ini tidak terikat pada suatu tempat tertentu dalam hal pelaksanaan transaksinya.

 

C.      Peserta Pasar Uang

Adapun peserta pasar uang antara lain:

1.        Perusahaan Umum.

2.        Lembaga Pemerintah.

3.        Perbankan.

4.        Perusahaan Sekuritas dan Investasi.

5.        Individu.

6.        Dealers.

 

D.    Instrumen Pasar Uang

1.    Sertifikat Bank Indonesia (SBI), adalah surat berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia yang ditujukan kepada perbankan umum sebagai pengakuan hutang berjangka waktu pendek. SBI diterbitkan untuk mengurangi peredaran uang di dalam masyarakat.

2.   Surat Berharga Pasar Uang (SBPU), instrumen ini merupakan kebalikan dari SBI, karena SBPU diterbitkan oleh perbankan umum yang ditujukan untuk Bank Indonesia. SBPU diterbitkan untuk meningkatkan likuiditas perbankan dan menekan laju inflasi.

3.     Sertifikat Deposito, adalah instrumen yang diterbitkan oleh suatu bank dan dinyatakan dalam suatu jumlah, jangka waktu dan tingkat bunga tertentu.

4.    Commercial Paper, adalah surat berharga yang berbentuk promes. Commercial Paper diterbitkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana jangka pendek.

5.    Call Money, adalah penempatan atau peminjaman dana jangka pendek antar bank, yang berfungsi untuk mengatasi kekurangan atau kelebihan dana jangka pendek yang bersifat sementara.

6.   Repurchase Agreement (Repo), adalah transaksi jual beli surat berharga yang disertai dengan perjanjian bahwa penjual akan membeli kembali surat-surat berharga yang dijual tersebut pada tanggal dan dengan harga yang telah ditetapkan sebelumnya.

7.     Banker’s Acceptance, adalah wesel berjangka yang ditarik oleh eksportir atau importir atas suatu bank untuk membayar sejumlah barang atau untuk membeli valuta asing.

 

E.       Tujuan Pasar Uang

       Dari pihak yang membutuhkan dana :

1.    Untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek, seperti membayar utang yang akan segera jatuh tempo.

2.    Untuk memenuhi kebutuhan likuiditas, karena disebabkan kekurangan uang kas.

3.  Untuk memenuhi kebutuhan modal kerja, yaitu membayar biaya-biaya, upah karyawan, gaji, pembelian bahan dan kebutuhan dan modal kerja lainnya.

4.    Sedang mengalami kalah kliring, hal ini terjadi di lembaga kliring dan harus segera dibayar.

      Dari pihak yang menanamkan dana (investor) :

1.  Untuk memperoleh penghasilan dengan tingkat suku bunga tertentu bagi lembaga keuangan konvensional sedangkan bagi lembaga keuangan syariah tergantung akad yang digunakan.

2.    Membantu pihak-pihak yang mengalami kesulitan keuangan.

3.   Spekulasi. Dengan harapan akan memperoleh keuntungan besar dalam waktu relatif singkat dan dalam kondisi ekonomi tertentu (motif ini dilarang dalam islam).

 

F.       Resiko Investasi Pada Pasar Uang

1.        Resiko Pasar, yang disebabkan oleh fluktuasi nilai surat berharga yang menyebabkan capital loss.

2.     Resiko Reinvesment, yang terjadi karena bunga investasi tidak sesuai dengan prediksi sehingga menimbulkan kerugian.

3.     Resiko Gagal Bayar, yang terjadi karena ketidakmampuan debitur membayar kewajibannya sesuai perjanjian.

4.       Resiko Inflasi, yang disebabkan lebih tingginya tingkat inflasi dibandingkan tingkat bunga.

5.        Resiko Valuta, yang terjadi akibat perubahan nilai mata uang.

6.        Resiko Politik, yang disebabkan oleh perubahan perundang-undangan.

7.        Resiko Marketability/Liquidity Risk, kesulitan mencairkan dana.

 

G.      Pandangan Islam Terhadap Pasar Uang

       Dalam Islam uang diartikan sebagai sarana penukar dan penyimpan nilai, bukan sebagai komoditas atau barang dagangan. Dalam Islam, uang hanya berfungsi jika ditukar dengan benda yang nyata atau jika digunakan untuk membeli jasa. Oleh sebab itu, uang tidak bisa dijual atau dibeli secara kredit. Dalam Ekonomi Islam, uang bukanlah modal, uang adalah barang publik, yang dapat dimiliki oleh semua orang. Sementara modal adalah barang pribadi atau orang per orang. Uang sebagai flow concept sementara modal adalah stock concept. Disisi lain, uang bagaikan kaca. Kaca tidak memiliki warna, tetapi mampu merefleksikan semua warna. Uang tidak memiliki harga, tetapi mampu merefleksikan semua harga. Oleh karena itu, dalam islam uang dapat memberikan fungsi kegunaan kepada pemakainya. Uang memiliki beberapa fungsi, antara lain: (1) Transaksi, (2) Investasi, (3) Satuan hitung pembayaran.

a.         Pasar Uang Dalam Perspektif Islam

       Pada dasarnya pasar uang syariah dan pasar uang konvensional memiliki beberapa fungsi yang sama, di antaranya sebagai pengatur likuiditas. Jika bank memiliki kelebihan likuiditas, bank dapat menggunakan instrument pasar uang untuk menginvestasikan dananya dan apabila kekurangan likuiditas, ia dapat menerbitkan instrument yang dapat dijual untuk mendapatkan dana tunai. Ada perbedaan mendasar antara pasar uang konvensional dan syariah, yaitu :

       Pertama: pada mekanisme penerbitannya. Pada pasar uang konvensional, instrument yang di terbitkan berupa instrument uang yang di jual dengan diskon dan didasarkan pada perhitungan bunga. Sedangkan pasar uang syariah lebih kompleks dan mendekati pada mekanisme pasar modal, yaitu mengandung investasi, kerjasama dan lainnya yaitu mudharabah, musyarakah, qardh dan wadiah. Tapi berbeda dengan pasar modal yang menjual surat-surat berharga dengan jangka  panjang, pasar uang syariah hanya bergelut di sektor pendanaan dengan uang dalam jangka pendek (kurang dari satu tahun).

       Kedua: pada sifat instrumen itu sendiri. Pada pasar uang konvensional, instrumen yang diterbitkan adalah instrument utang yang dijual dengan diskon dan didasarkan atas perhitungan bunga, sedangkan pasar uang syariah lebih kompleks dan mendekati mekanisme pasar modal.

b.   Fatwa Dewan Syariah Nasional Tentang Pasar Uang Berdasarkan Prinsip Syariah

       Latar belakang dikeluarkannya Fatwa DSN No: 37/DSN-MUI/X/2002, tentang pasar uang antar bank berdasarkan prinsip syariah adalah atas pertimbangan sebagai berikut :

1.   Bank syari’h dapat mengalami kekurangan likuiditas disebabkan oleh perbedaan jangka waktu penerimaan dan penanaman dana atau kelebihan likuiditas yang dapat terjadi karena dana yang terhimpun belum dapat disalurkan kepada pihak yang memerlukan.

2.    Dalam rangka peningkatan efisiensi pengelolaan dana, bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah memerlukan adanya pasar uang antar bank.

3.    Untuk memenuhi keperluan itu dipandang perlu penetapan fatwa tentang pasar uang antar bank berdasarkan prinsip syariah.

   Di antara keputusan Fatwa DSN No: 37/DSN-MUI/X/2002 tentang pasar uang antar bank berdasarkan prinsip syariah adalah sebagai berikut:

Ketentuan Umum

1.   Pasar uang antar bank yang tidak dibenarkan menurut syariah yaitu, pasar uang antar bank yang berdasarkan bunga.

2.   Pasar uang yang dibenarkan menurut syariah yaitu, pasar uang antar bank sesuai prinsip-prinsip syariah.

3.   Pasar uang antar bank menurut prinsip syariah adalah kegiatan transaksi keuangan jangka pendek antar peserta pasar berdasarkan prinsip-prinsip syariah.

4.    Peserta pasar uang sebagaimana tersebut dalam butir 3 yaitu:

Ø      Bank syariah sebagai pemilik atau penerima dana.

Ø      Bank konvensional hanya sebagai pemilik dana.

Ketentuan Khusus

1.  Akad yang dapat digunakan dalam pasar uang antar bank berdasarkan prinsip syariah adalah: mudharabah / qiradh; musyarakah; qardh; wadiah; al-sharf.

2.  Pemindahan kepemilikan instrumen pasar uang (sebagaimana tersebut dalam butir 1) menggunakan akad-akad syariah yang digunakan dan hanya boleh dipindahtangankan sekali.

      Berkaitan dengan instrumen yang dipakai dalam pasar uang yang berprinsip syariah, di dalam fatwa itu tidak diberikan penjelasan mengenai mekanismenya jika dilakukan dalam pasar uang. Namun dalam Islam, sebuah instrumen merupakan perwakilan dari kepemilikan atau harta. Oleh karena itu, instrumen dapat diperjualbelikan jika terdapat aset atau transaksi yang mendasarinya. Ada dua metode dalam penerbitan instrumen oleh bank syariah yaitu:

1. Prinsip untuk berbagai transaksi. Prinsip ini digunakan adalah bagi hasil (mudharabah/musyarakah) untuk berbagai transaksi, seperti jual beli, sewa dan lain-lain.

2.  Prinsip untuk satu transaksi. Metode ini menyerupai fund dalam pasar modal.

    Surat-surat berharga yang berada dipasar keuangan konvensional adalah surat-surat berharga berbasis bunga, sehingga bank syariah tidak dapat memanfaatkan pasar uang yang ada. Hal yang perlu menjadi catatan dalam pasar uang ini, bahwa dalam Islam yang dibolehkan adalah penjualan bukti kepemilikan, bukan jual beli sertifikat atas bukti kepemilikan karena sertifikat itu hanya mewakili harta yang dimiliki. Namun, karena bank syariah hanya berada pada sekuritas tahap pertama, ia tidak akan mengalami percepatan kuantitas moneter (monetary enchanment) di atas kuantitas di sektor rill.  Pasar uang antar bank dengan prinsip syariah merupakan kegiatan transaksi keuangan (tanpa bunga) dalam waktu jangka pendek antar peserta pasar (bank syariah sebagai pemilik atau penerima dana dan bank konvensional hanya sebagai pemilik dana), dengan pemindahan kepemilikan instrument pasar uang tersebut hanya satu kali saja. Pasar uang dibolehkan hanya pasar uang yang tidak menggunakan sistem bunga. Hal ini untuk menghindari riba nasi’ah karena kerugian (bahaya) dari bunga itu lebih besar daripada keuntungan (maslahahnya).

 

H.      Operasi Pasar Uang Syari’ah

    Orang akan tertarik menanamkan dananya pada instrumen keuangan apabila ia yakin bahwa instrument tersebut dapat dicairkan setiap saat tanpa mengurangi pendapatan efektif dari investasinya. Oleh karena itu setiap instrumen keuangan harus memenuhi beberapa syarat, antara lain :

1.        Pendapatan yang baik (good return).

2.        Risiko yang rendah (low risk).

3.        Mudah dicairkan (redeemable).

4.        Sederhana (simple).

5.        Fleksibel.

      Dalam rangka memenuhi syarat-syarat tersebut, tanpa mengabaikan batas-batas yang diperkenankan oleh syariah, diperlukan adanya suatu company:

-    Memastikan keterkaitan antara sekuritisasi dengan aktivitas produktif atau penggunaan proyek-proyek aset baru, dalam rangka penciptaan pasar primer melalui kesempatan investasi baru dan menguji kelayakan (feasibility) nya.

-        Menciptakan pasar sekunder yang dibangun melaui berbagai pendekatan yang dapat mengatur dan mendorong terjadinya consensus perdagangan antar para dealer, termasuk fasilitas pembelian kembali (redemption).

-    Menyediakan layanan kepada nasabah dengan mendirikan lembaga pembayaran (paying agent).

   Untuk mengatasi kesulitan dan untuk memastikan adanya kemungkinan bagi investor guna mencairkan kembali investasi mereka jika sewaktu-waktu mereka butuhkan, tanpa mempengaruhi pendapatan efektif yang mereka harapkan, maka perusahaan dapat menerapkan program-program  sebagai berikut:

1.   Mendukung perjanjian perdagangan sekuritas.

2.   Program penebusan (redemption programme).

 



BAB III

PENUTUP

A.      Kesimpulan

          Pasar uang adalah keseluruhan permintaan dan penawaran dana-dana atau surat-surat berharga yang mempunyai jangka waktu satu tahun atau kurang dari satu tahun dan dapat disalurkan melalui lembaga-lembaga perbankan. Instrumen yang diperdagangkan umumnya memiliki jangka waktu jatuh tempo maksimal 90 hari. Adapun barang yang diperjual belikan berupa secarik kertas berupa surat utang atau atau janji untuk membayar sejumlah uang tertentu pada waktu tertentu pula. Tujuan dari pasar uang ini sebagai alternatif bagi lembaga keuangan bank atau non bank untuk memperoleh dana atau menanamkan dananya.

       Instrumen Pasar Uang :

1.        Sertifikat Bank Indonesia (SBI).

2.        Surat Berharga Pasar Uang (SBPU).

3.        Sertifikat Deposito.

4.        Commercial Paper.

5.        Call Money.

6.        Repurchase Agreement (Repo).

7.        Banker’s Acceptance.

 

B.       Saran

Demikianlah tugas makalah ini kami persembahkan. Harapan kami dengan adanya makalah ini bisa menambah wawasan dan pengetahuan kita mengenai investasi pada pasar uang berbasis syariah dan menerapkannya di kehidupan nyata sekarang ini dan merupakan langkah awal untuk membuka cakrawala keilmuan kita, agar kita menjadi seorang manusia yang bijak sekaligus intelektual. Serta dengan harapan dapat bermanfaat dan bisa dipahami oleh para pembaca. Kritik dan saran sangat kami harapkan dari para pembaca, khususnya dari Dosen yang telah membimbing kami. Apabila ada kekurangan dalam penyusunan karya tulis ini, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.




DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Ekonomi Syariah, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2010.

Herman Darmawi, Pasar Finansial dan Lembaga-Lembaga Finansial, Jakarta: Bumi Aksara, 2006.

Sawaldjo, Puspopranoto, Keuangan Perbankan dan Pasar Keuangan Konsep, Teori, dan Realita, Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2008.